Tanda Haji Mabrur Dari beberapa Hadits. Haji mabur sering diperbincangkan ketika musim haji karena memang disebut di dalam hadits Nabi Muhammad saw. Haji mabur sering disebut dalam khutbah-khutbah Jumat, khutbah di Arafah, dan juga dalam taushiyah pada kegiatan walimatus safar.
Berikut ini merupakan sejumlah hadits Nabi Muhammad saw perihal haji mabrur. Haji mabrur merupakan manasik yang tidak mengandung maksiat di dalamnya, bahkan berbagi makanan dan menjaga ucapan.
قوله المبرور قيل هو الذي لا يقع فيه معصية وقد جاء من حديث جابر مرفوعا إِنَ بِرَّ الحَجِّ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيْبُ الكَلَامِ وعِنْدَ بَعْضِهِمْ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ
Artinya, “Mabrur adalah ibadah haji yang tidak terdapat maksiat di dalamnya. Sebuah hadits marfu’ dari sahabat Jabir ra, ‘Sungguh, haji mabrur itu memberikan makan kepada orang lain dan melontarkan ucapan yang baik.’ Menurut sebagian, ‘Memberikan makan kepada orang lain dan menebarkan salam’,” (Al-Mundziri, At-Targhib wat Tarhib, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1418 H], juz II, halaman 69).
Adapun berikut ini adalah hadits riwayat Bukhari, Muslim, An-Nasai, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi yang menyebutkan ganjaran bagi jamaah haji yang menjauhi larangan-larangan haji baik yang berat maupun yang ringan sebagai bentuk haji mabrur.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ رواه البخاري ومسلم والنسائي وابن ماجه والترمذي إلا أنه قال غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Siapa saja yang berhaji dan tidak berbuat rafats dan tidak berbuat fasik, maka ia akan kembali suci seperti hari dilahirkan oleh ibunya,’ (HR Bukhari, Muslim, An-Nasai, dan Ibnu Majah) dan At-Tirmidzi tetapi pada riwayatnya Rasulullah bersabda, ‘Maka dosanya yang terdahulu akan diampuni’,”
Adapun pada riwayat lain Rasulullah saw menjanjikan ganjaran surga bagi jamaah haji mabrur sebagai balasannya. Pada riwayat ini, Rasulullah Saw juga menyebutkan tanda haji mabrur.
عَنْ جَابِرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ، قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا بِرُّهُ؟ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيبُ الْكَلَامِ وفي رواية لأحمد والبيهقي إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ
Artinya, “Dari sahabat Jabir bin Abdillah ra, dari Rasulullah saw, ia bersabda, ‘Haji mabrur tiada balasan lain kecuali surga.’ Sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa (tanda) mabrurnya?’ Rasulullah saw menjawab, ‘Memberikan makan kepada orang lain dan melontarkan ucapan yang baik,’ (HR Ahmad, At-Thabarani, Ibnu Khuzaimah, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim). Pada riwayat Ahmad dan Baihaqi, ‘Memberikan makan kepada orang lain dan menebarkan salam’,” (Al-Mundziri, 1998 M/1418 H: II/72).
Abu Amr Al-Qurthubi dalam karyanya At-Tamhid li Ma fil Muwaththa minal Ma’ani wal Asanid mengatakan, haji mabrur adalah haji yang tidak mengandung riya, sum’ah, rafats, dan fasik; serta dibiayai dengan harta yang halal.
Adapun rafats bermakna kalimat kotor di hadapan perempuan atau kalimat keji yang berkaitan dengan ketertarikan terhadap lawan jenis. Sedangkan fasik adalah hubungan badan suami dan istri.
Al-Munawi At-Taysir bi Syarhil Jami’is Shaghir menyebutkan, haji mabrur adalah ibadah ketaatan yang diterima oleh Allah. Haji mabrur tidak mengandung dosa dalam pelaksanaannya. Sedangkan sebagian ulama mengartikan haji mabrur sebagai pelaksanaan manasik yang terbebas dari jinayah, kejahatan berat yang mengandung dosa besar.
قَالَ وَالْأَصَحّ الْأَشْهَر أَنَّ الْحَجّ الْمَبْرُور الَّذِي لَا يُخَالِطهُ إِثْم مَأْخُوذ مِنْ الْبِرّ وَهُوَ الطَّاعَة وَقِيلَ هُوَ الْمَقْبُول الْمُقَابَل بِالْبِرِّ وَهُوَ الثَّوَاب ، وَمِنْ عَلَامَة الْقَبُول أَنْ يَرْجِع خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِد الْمَعَاصِي وَقِيلَ هُوَ الَّذِي لَا رِيَاء فِيهِ وَقِيلَ : هُوَ الَّذِي لَا يَتَعَقَّبهُ مَعْصِيَة وَهُمَا دَاخِلَانِ فِيمَا قَبْلهمَا قَالَ الْقُرْطُبِيّ : الْأَقْوَال الَّتِي ذُكِرَتْ فِي تَفْسِيره مُتَقَارِبَة وَأَنَّهُ الْحَجّ الَّذِي وُفَّتْ أَحْكَامه وَوَقَعَ مَوْقِعًا لِمَا طُلِبَ مِنْ الْمُكَلَّف عَلَى وَجْه الْأَكْمَل
Artinya, “Qaul lebih sahih dan masyhur mengatakan bahwa haji mabrur itu manasik yang tidak mengandung dosa. Mabrur berasal dari kata ‘birr’ yaitu ketaatan. Ada yang mengartikan diterima yang dihadapkan pada ketaatan, yaitu pahala. Tanda haji diterima ialah seseorang pulang ke Tanah Airnya lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi maksiat yang pernah dilakukan. ada ulama yang berkata, haji mabrur tidak mengandung riya. Ada juga yang berpendapat, haji mabrur ialah manasik yang disusul dengan maksiat. Sedangkan keduanya (riya dan maksiat) dapat masuk pada ke dalamnya. Al-Qurthubi mengatakan, berbagai pendapat perihal haji mabrur disebutkan di tafsirnya dengan pengertian yang berdekatan, yaitu haji yang memenuhi ketentuan syarat, rukun, dan wajibnya dan terlaksana sesuai tuntutan terhadap mukallaf dengan jalan paling sempurna,” (As-Suyuthi, Sunan An-Nasai bi Syarhil Hafiz Jalaluddin As-Suyuthi, [Sematang, Thaha Putra: 1930 M/1348 H], juz V, halaman 112). Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar